Sabtu, 09 Mei 2020

30 Days of Flash Fiction Challenge | Day 1


Day 1: Your character receives a threatening letter

"Shireen?" 

Ketika sunyi mendadak melingkupi petang yang temaram ... Dani tahu ada yang salah. Saat itu juga siluet Shireen terlihat muram tanpa bantuan sinar lampu yang biasanya telah menemani dijam-jam segini. Gadis itu memunggunginya, mengarahkan pandangan ke luar jendela. Biasanya di saat-saat begini selalu ada alunan musik yang mengalun dari gawainya, seiring dengan lantunan kata yang keluar dari bibirnya. Namun entah mengapa saat ini berbeda. Seolah gadis ini sedang memeragakan salah satu adegan dari film bisu yang kerap ia tonton di akhir bulan. Indah, namun terlalu menyedihkan jika tokoh utamanya adalah Shireen. 

“Umm … kamu nggak apa-apa ‘kan?” Sekali lagi kata terucap. Namun gadis itu tak juga merespon. Bahunya naik turun, sementara isakan samar terdengar beriringan dengan lirih tangisan. Di sudut kamar, tak jauh darinya tergeletak selembar kertas putih bertuliskan tangan. Kertas itu tampak remuk dengan tinta yang meluber di beberapa bagian. Dengan langkah ragu Dani mendekatinya, menunduk, lalu memungut kertas yang kini ia kenali sebagai sepucuk surat. 

Beberapa detik pandangannya terpaku pada surat itu. Meski beberapa kata mengabur karena tetesan air yang ia yakini berasal dari mata Shireen, ia tetap dapat menangkap pesan apa yang ada di sana. Berita apa yang kiranya telah membuat gadis di hadapannya itu berkabung. Bukan berita baik memang, sebab ia langsung menelan ludah dan meremuk kertas yang telah remuk sebelumnya itu. 

“Nggak. Nggak usah dibahas. Aku mau istirahat.” Dengan lirih Shireen mengucapkan kalimat itu. Ia tahu pria di belakangnya telah membaca surat yang tadi ia lemparkan begitu saja ke sudut kamar. Lalu tiba-tiba saja ia bangkit sambil menunduk. Dengan tergopoh-gopoh ia berjalan melewati Dani sambal menutupi wajahnya yang sudah tak keruan. Pikirnya ia bisa lari begitu saja. Namun Dani ternyata beberapa langkah lebih cepat darinya hingga akhirnya bisa menghadangnya. Nyaris saja gadis itu lolos dari pandangan matanya. 

“Dan, aku ma—“ 

“Enggak. Kamu nggak bisa gini, Shi. Kita kan udah tunanga—“ 

“Batalin aja.” 

Kali ini Shireen mengucapkan dua kata terakhir sambil mendongak. Dengan perasaan campur aduk ia menatap wajah pria yang berdiri di hadapannya itu. Ia punya seribu sumpah serapah, namun kata-kata itu hanya bergelayutan di ujung lidah tanpa mampu diucapkan. Ia tahu untuk yang satu itu ia tak pernah bisa tega. Jadi ia pun hanya bisa terpaku memandangi wajah Dani sambil memutar kembali untaian kalimat yang menghantuinya sejak siang hingga petang tadi. 

Shireen, tolong bilang ke Dani jaket abu-abunya ketinggalan lagi di rumahku minggu lalu. Di sakunya ada tiket kereta ‘kan? Kalau hari ini nggak diambil aku post aja ya foto kami saat akad ke instagram? Jarang-jarang lho ada kesempatan begini. Lagian kapan lagi keluargamu tahu kalau calon suamimu pembohong besar? Oke, Shireen?

Regards,

Vanessa

---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

COPYRIGHT © 2017 · MONOKROM | THEME BY RUMAH ES