Minggu, 21 Desember 2014

Jadi Dewasa


Malam semakin pekat, bebanmu semakin berat. Tampaknya kini kamu mesti berlari jauh-jauh, menjauh dari hiruk pikuk kehidupan yang menjemukan. Sampai kapanpun keramaian memang takkan pernah membuatmu nyaman.

Katamu kamu penggemar kesendirian, tapi jika didatangi untuk akhirnya ditinggalkan tak lantas membuatmu rela. Meski terlihat dingin, toh kamu masih punya hati. Baiknya jika tahu akan berakhir sendiri, kamu ingin sendiri saja sejak awal. Pun kamu pernah punya masa jadi seorang penyendiri diwaktu yang lalu. Jadi kini kamu sudah terbiasa. Ketika yang lain mengeluh saat menunggu, kamu bisa duduk manis dan menikmati waktu.

Dunia dewasa, kamu masih dipaksa untuk terus sendiri. Kali ini kesendirian yang lebih dalam. Memangnya siapa yang mau berbagi? Egoisme sudah menyebarkan virusnya. Baunya busuk pula. Katamu, bukan ini yang kamu suka. Ini memuakkan, kamu lelah. Dalam sunyi kamu ingin berteriak, marah, meradang. Tapi pada mereka yang membuatmu ingin meledak kamu selalu memasang topengmu: senyum palsu, ucapan palsu.

Ini dunia yang berbeda, pikirmu. Seandainya kamu benar berani meneriakkan isi kepalamu pada mereka kamu yakin benar akan konsekuensinya: diasingkan. Kamu tahu benar jika di sekitarmu tidak ada yang satu pemikiran denganmu. Mungkin kamu alien. Atau kamu belum menemukan dia yang sealiran denganmu. Dia yang entah benar-benar ada atau hanya rekaan imajinasimu saja.

Sesekali, pada hujan ataupun angin dipagi buta kamu mengadu. Bagimu hanya alamlah tempatmu menyatu. Tapi kamu belum menemukan waktu untuk benar-benar lepas: berbaring di rerumputan basah, memandangi langit, lalu menangis.

Bagimu duniamu kini bukanlah dunia manis yang bisa dibagi pada buku harian. Bukan dunia manis saat seragam abu-abu masih melekat di tubuhmu. Ini dunia orang dewasa. Dunia yang dulu kamu damba, namun kini membebani punggungmu dengan berbagai macam polemiknya.

Ini dunia ... di mana pekatnya malam membuatmu terjaga. Matamu basah oleh duka, hatimu bercokol karena lara.

Dan pada akhirnya dalam diam kamu hanya bisa berharap agar esok ketika terjaga duniamu telah berjalan mundur: kembali kemasa lampau. Masa di mana duniamu hanya berotasi pada botol susu, kasur yang empuk dan lagu nina bobo sebagai pengantar tidur. Lalu kamu bisa berdiam di sana, selamanya. Tanpa takut untuk jadi dewasa dan terluka.


---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

COPYRIGHT © 2017 · MONOKROM | THEME BY RUMAH ES