Rabu, 27 Juni 2012

Sepotong Roti


Kali ini kau bercerita tentang sepotong roti yang kita nikmati saat itu, ketika hujan turun di batas senja.

Sepotong roti yang kita dapatkan setelah seharian berjuang di jalanan.

Ya, hanya sepotong roti. Sebagai lambang dari cucuran keringat yang begitu deras, juga perjuangan yang amat keras. Apa aku terlalu berlebihan? Kurasa tidak, karena begitulah kenyataannya.

Sepotong roti yang bahkan tak sanggup untuk mengganjal perut, apalagi dibandingkan dengan jeripayah kita. Tapi mau tak mau kita harus bersyukur bukan? Walau hanya untuk sepotong roti.

Meski begitu kau bilang bahwa sepotong roti itu lebih berharga daripada seloyang kue di tempat pembuangan. Ketika kutanya kenapa, kau berikan satu jawaban; kita menikmatinya kawan, pertanda bahwa kita telah menghargai kehadirannya sebagai sepotong roti. Karena usaha yang kita lakukan untuk mendapatkannya pun sungguh sulit. Lebih baik dibanding seloyang kue yang bahkan tak dihargai oleh mereka bukan? Mereka yang dengan mudahnya mendapatkan seloyang kue, namun dengan mudahnya pula membuangnya.

* * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

COPYRIGHT © 2017 · MONOKROM | THEME BY RUMAH ES